Articles‎ > ‎

PROFIL PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN SOSIAL (IPS) YANG DIBUTUHKAN MASYARAKAT EKONOMI ASIAN 2015

A. Pengantar

Indonesia adalah merupakan salah satu negara terbesar di kawasan Asia Tenggara. Kebesaran Indonesia ini bukan hanya dilihat dari besar dan luasnya wilayah, melainkan juga karena jumlah penduduknya yang amat besar, sumber kekayaan alamnya yang melimpah ruah, bahasa, agama, tradisi, budaya, adat istiadatnya yang amat beragam. Keadaan Indonesia yang demikian besar ini selain menjadi pasar bagi produk dalam negeri sendiri, melainkan juga dapat menjadi pasar bagi produk barang dan jasa negara lain. Demikian pula keberadaan negara-negara di kawasan Asian lainnya, selain membutuhkan berbagai barang dan jasa dari Indonesia, juga dibutuhkan oleh Indonesia sebagai pasar bagi barang dan jasa dari Indonesia. Untuk itu pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan hal yang sangat penting dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih baik. Hal ini akan menjadi indikator keberhasilan ekonomi suatu negara. Percepatan tersebut dapat dilakukan mulai dari melakukan pembenahan internal kondisi perekonomian di suatu negara, hingga melakukan kerjasama internasional dalam segala bidang untuk memberikan kontribusi positif demi percepatan pertumbuhan ekonomi.

Dalam pada itu diketahui, bahwa selain negara-negara yang tergabung dalam ASEN juga terdapat negara di kawasan Asia lainnya, Timur Tengah, Eropa, Afrika, Amerika, dan lainnya. Berbagai negara yang terdapat di berbagai belahan dunia tersebut juga memiliki permasalahan dan kebutuhan sebagaimana yang dimili negara-negara di kawasan Asia Negara. Untuk itu, berbagai negara tersebut membentuk semacam forum kerjasama antara negara, sebagaimana yang terlihat pada kerjasama ekonomi Masyarakat Erofa, dan lainnya.[1] Untuk itu kerjasama terjadi bukan hanya antara sesama negara di kawasan Asia, Eropa dan lainnya, melainkan juga terjadi antara negara-negara di kawasan Asia dengan negara-negara yang terdapat di kawasan Eropa, Jepang, Amerika, Afrika dan sebagainya.

Sejalan dengan itu, negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah membentuk Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yaitu sebuah perkumpulan atau paguyuban di antara sesama negara di kawasan Asia Tenggara yang menekankan atau memfokuskan pada kerjasama bidang ekonomi dalam arti yang seluas-luas. Adanya masyarakat ekonomi Asia ini di satu pihak dapat memberi kemudahan bagi sesama negara yang tergabung dalam masyarakat ekonomi Asean, namun di sisi lain akan terjadi semacam persaingan antara satu dan lainnya yang sewaktu-waktu bisa saja persaingan ini mengarah kepada keadaan yang kurang sehat, bahkan bisa dapat mematikan.

Dalam upaya mengantisipasi berbagai masalah yang ditimbulkan sebagai akibat dari adanya masyarakat ekonomi Asean ini, maka dunia pendidikan, sebagai lembaga yang mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) mau tidak mau harus berada pada garda terdepan. Berbagai jurusan atau program studi yang terdapat di setiap fakultas pada sebuah lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi perlu mempertimbangkan tantangan dan peluang yang timbul pada masyarakat ekonomi ASEAN, termasuk pula jurusan atau program studi Pendidikan ilmu sosial.

Makalah ini akan mengidentifikasi peluang dan tantangan yang ditimbulkan akibat adanya masyarakat ekonomi Asean tersebut, dengan terlebih dahulu menjelaskan pengertian dan tujuannya. Pada bagian akhir tulisan ini akan memfokuskan pembahasan pada profil yang seharusnya ditampilkan oleh Perguruan Tinggi Islam di Indonesia pada umumnya, dan yang harus ditampilkan atau dilakukan oleh Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. Pengertian dan Tujuan

Masyarakat Ekonomi Asean yang disingkat MEA adalah sebuah perkumpulan, paguyuban atau himpunan sesama negara di kawasan Asia Tenggara, Yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Brunei Darussalam, serta para anggota ASEAN baru: Kambodia, Laos, Mynmar dan Viernam-CLMV) dalam bidang ekonomi. Selain itu MEA juga dapat diartikan sebagai bentuk integrasi ekonomi ASEAN lainnya yang dibentuk dengan tujuan untuk mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN. Yakni tercapainya ASEAN yang aman dengan tingkat dinamika pembangunan yang lebih tinggi dan terintegrasi, pengentasan ASEAN dari kemiskinan, serta pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kemakmuran yang merata dan berkelanjutan. Sejalan dengan itu, maka MEA memiliki empat karakteristik utama. Yaitu (1)pasar tunggal dan basis produksi, (2)kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, dan (3)kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata serta kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.[2] Selain itu MEA ini juga diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah di bidang ekonomi antara negara ASEAN, dan untuk di Indonesia diharapkan tidak terjadi lagi krisis seperti tahun 1997.

Pasar Tunggal dan basis produksi sebagai disebut di atas membutuhkan lima elemen, yaitu (1)aliran bebas barang; (2)aliran bebas jasa; (3)aliran bebas investasi; (4)aliran modal yang lebih bebas, dan (5)aliran bebas tenaga kerja terampil. Di samping itu, pasar bebas tunggal dan basis produksi juga mencakup dua komponen penting, yaitu Priority Integration Services (PIS), dan kerjasama bidang pangan, pertanian dan kehutanan.

Sementara itu dalam upaya menciptakan sebuah kawasan ekonomi yang kompetitip, ASEAN telah menetapkan beberapa sektor kerja sama yang perlu ditingkatkan, antara lain kerjasama dalam perlindungan konsumen, hak kekayaan intelektual, pengembangan infra struktur, perpajakan dan e-commerce. Khusus yang terkait dengan hak kekayaan intelektual (HKI) dapat menjadi pendorong yang kuat bagi (a)aktifitas budaya, intelektual dan seni beserta aspek komersialnya; (b)penerapan dan penggunaan teknologi maju secara efisien; (c)proses belajar secara berkesinambungan untuk mencapai kinerja yang diharapkan; dan (d)mempengaruhi volume dan kualitas investasi dan perdagangan luar negeri. Kerjasama regional di bidang HKI dipandu oleh ASEN Intellectual Property Righ (IPR), Action Plan (2004-2010), ASEAN IPR Action Plan (2011-2015), dan Work Plan for ASEAN Cooperation on Copyright. Adapun rencana aksi tersebut ditujukan untuk mengembangkan budaya belajar dan inovasi yang didukung oleh profil HKI yang lebih ramah terhadap dunia usaha, investor, penemu dan pencipta ASEAN. Selain itu rencana aksi tersebut juga dimaksudkan untuk meningkatkan jejaring dan koordinasi, kepedulian masyarakat, peningkatan kapasitas, serta kontribusi industri HKI terhadap peningkatan daya saing dan pembangunan.

Selanjutnya dalam upaya pembangunan ekonomi yang merata, MEA mengembangan sebuah rencana kerja strategis untuk pemerataan pembangunan ekonomi melalui pengembangan UKM (Usaha Kreatif Menengah) dan inisiatif Integrasi ASEAN. Upaya untuk mengembangan UKM di ASEN menjadi bagian integral dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi seluruh negara anggota ASEAN, karena UKM mendominasi populasi perusahaan di ASEAN, Berdasarkan data yang dihitimpun Sekretariat ASEAN (per-April 2014), UKM ASEAN merupakan 90% dari total perusahaan yang beroperasi di ASEAN. UKM di ASEAN menyerap tenaga kerja dari 50% hingga 85% dari total angkatan kerja. Selain itu UKM juga memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi (PDB), yaitu berkisar antara 30-53%. Semrentara terhadap aktivitas ekspor, UKM menyumbang kinerja antara 19% hingga 31%.

Selanjutnya dalam upaya mempersempit kesenjangan pembangunan (narrowing development gap/NDG) di antara negara-negara ASEN, khususnya untuk CLMV, telah dibentuk suatu kerangka kebijakan yang disebut Initiatif Integrasi ASEAN atau Initiative for ASEAN Integration (IAI). Kerangka kebijakan itu ditegaskan dalam Hanoi Plan of Action dan Deklarasi mengenai NDG for Closer ASEAN Integration 2001.

Dalam pada itu hal yang terkait dengan integrasi ke dalam ekomi global, dimaksudkan agar para pelaku ekonomi di kawasan ASEAN dapat bersaing dengan para pelaku ekonomi tingkal global. Agar para pelaku usaha ASEN dapat bersaing secara internasional dan menjadikan ASEAN sebagai bagian yang lebih dinamis dan kuat dalam mata rantai pasokan global (Global Supply Chain), serta agar pasar ASEAN tetap menarik bagi para investor asing, maka sangat penting bagi ASEAN untuk melihat kawasan lain di luar ASEAN. Untuk itu upaya kerjasama antara para pelaku usaha ASEAN dengan para pelaku usaha negara lain perlu dilakukan. Untuk itu maka lahirlah konsep kerjasama Ekonomi ASEAN+ 1 yang meliputi (a)kerjasama ASEAN-China FTA, (b)kerjasama ASEAN-India FTA; (c)kerjasama ASEAN-Australia Selandia Baru FTA; (d)kerjasama ASEAN-Jepang CEP, (e)kerjasama ASEAN-Korea FTA; dan Regional Comprehensive Enonomic Partnership (RCEP) yaitu kemitraan kerjasama ekonomi di kawasan regional secara komprehensif.

Dengan demikian, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada hakikatnya adalah perkumpulan masyarakat di kawasan Asia Tengga yang difokuskan untuk menumbuhkan, meningkatkan, mengembangkan dan mempertinggi daya dan kemampuan usaha ekonomi yang dilakukan melalui kerjasama antara sesama negara di kawasan Asia Tenggara serta dengan berbagai negara lainnya di belahan dunia. Perhimpunan ini memiliki tujuan untuk memakmurkan, mensejahterakan dan mengatasi kemiskinan dan pengangguran di antara sesama negara di kawasan Asia Tenggara. Kerjasama Masyarakat Ekonomi ASEAN ini mengharuskan adanya pasar tunggal dan basis produksi (aliran bebas barang, aliran bebas sektor jasa, aliran bebas investasi, aliran modal lebih bebas, arus lalu lintas tenaga kerja terampil, serta sektor prioritas utama); kawasan ekonomi yang kompetitif (kebijakan persaingan usaha, perlindungan konsumen, hak kekayaan intelektual, pembangunan infra struktur, dan keuangan); pembangunan ekonomi setara (pembangunan UKM dan inisiatif integrasi ASEAN), serta integrasi ke dalam Ekonomi Global (kerjasama ekonomi ASEAN+1, dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Inilah pengertian, tujuan dan sekaligus karakter serta hakikat Masyarakat Ekonomi ASEAN yang dimulai tahun 2015 ini. Adanya empat hal ini mengharuskan setiap negara di kawasan Asia Tenggara mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, agar keberadaannya tidak hanya menjadi objek menjadi subjek yang kreatif, inovatif, kontributif, percaya diri, progressif, berdaya saing tinggi, serta mampu berdiri sejajar, bahkan melebihi keunggulan yang dimiliki negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Inilah tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan.

C. Kesiapan Indonesia Memasuki Era MEA

Dalam beberapa hal, Indonesia dinilai belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Banyak kalangan yang merasa ragu dengan kesiapan Indonesia dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015. Keraguan dini disebabkan oleh beberapa keadaan sebagai berikut. Pertama, terhantamnya sektor-sektor usaha dalam negeri kita, sebagai akibat dari hubungan bilateral Indonesia dengan China. Kini China mampu menguasai pasar domestik kita yang pada akhirnya sangat mengganggu stabilitas ekonomi Indonesia. Kedua, masih rendahnya daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan lainnya. Berdasarkan fakta, bahwa pada periode 2012-2013, daya saing Indonesia berada di posisi 50 dari 144 negara, masih berada di bawah Singapura yang di posisi ke-2, Malaysia di posii ke-25; Brunei Darussalam di posisi ke-28; dan Thailand di posisi ke-30. Ketiga, masih tertinggal dalam bidang infrastruktur. Kondisi jalan raya yang terbatas dan banyak yang rusak, kemacetan lalu lintas, kondisi pelabuhan udara dan pelabuhan laut yang sangat terbatas dan belum tertib. Keempat, adanya ketergantungan yang tinggi pada barang inport untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti beras, kacang kedelai, daging, susu, bahkan hingga garam dapur. Semua kebutuhan pokok tersebut masih harus didatangkan dari luar, dan harus dibeli dengan dollar, yang menyebabkan keadaan rupiah cenderung semakin terpuruk. Kelima, adanya kecenderungan untuk mengejar tujuan ekonomi jangka pendek dengan cara mengimport barang, daripada mengejar tujuan ekonomi jangka panjang dengan cara membangun infrastruktur seperti jaringan listrik, irigasi, pengadaan pupuk, dan sebagainya. Keenam, adanya birokrasi yang panjang dan memakan banyak waktu dalam pengurusan ijin perusahaan, yang menyebabkan para investor kurang tertarik. Ketujuh, adanya tenaga kerja yang kurang profesional serta kurang memiliki budaya kerja yang unggul (working great culture), seperti kurang mau bekerja keras, kurang disiplin, kurang kreatif, kurang inovatif, dan kurang imajinatif. Kedelapan, pertumbuhan penduduk yang kurang terkendali yang tidak seimbang dengan kemampuan negara dalam memenuhi berbagai kebutuhan pokok hidupnya, berupa sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Kesembilan, pendidikan yang kurang terkait langsung dengan dunia usaha dan industri, yang menyebabkan lulusan pendidikan kurang siap dalam memasuki lapangan kerja. Kesepuluh, masih rendahnya para lulusan perguruan tinggi (para sarjana) yang mau terjun ke dunia usaha. Mereka cenderung mencari pekerjaan daripada menciptakan lapangan kerja.

Namun demikian, di balik berbagai kelemahan yang dimiliki, bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki berbagai keunggulan yang tidak dimiliki negara lain. Jika berbagai keunggulan ini dikelola dengan baik, maka Indonesia akan dapat mengungguli kemampuan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara dalam bidang usaha ekonomi. Keunggulan Indonesia tersebut antara lain. Pertama, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Penduduk yang besar ini jika diberdayakan dengan baik selain akan menjadi pasar bagi produk barang dan jasa, juga sekaligus sebagai tenaga kerja produktif yang dapat “dieksport” ke negara lain yang dapat mendatangkan devisa yang besar. Kedua, Indonesia memiliki sumber kekayaan alam (SDA) yang melimpah, yang apabila dikelola sendiri dengan baik, dapat menjadi komoditas yang dapat dieksport ke negara lain. Kini kesadaran untuk memanfaatkan sumber daya alam secara produktif yang ditopang oleh infrastruktur yang kuat dan lengkap mulai mendapat perhatian yang besar. Presiden Joko Widodo misalnya mengatakan, Indonesia malu jika terus bergantng pada inpor beras dari Vietnam dan Thailand. Alasannya, Indonesia adalah negeri kaya dan makmur, dan memiliki lahan subur untuk memproduksi hasil pertanian.[3] Hal ini diikuti pula oleh komitmen kinerja para Menteri yang mengatakan, bahwa kandungan domestik atau lokal dalam proyek infrastruktur terus diupayakan. Berbagai kalangan berusaha memenuhi hal tersebut. Jika komitmen tersebut dilaksanakan secara disiplin, permintaan terhadap berbagai komoditas akan meningkat. Dampaknya akan menggerakkan ekonomi di bawah.[4] Ketiga, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini yang mencapai kisaran antara 4 sampai dengan 5% pertahuan sesungguhnya termasuk kategori cukup aman dan kuat untuk mendukung daya saing usaha ekonomi pada masyarakat ekonomi ASEAN. Keempat, bahwa Indonesia sesungguhnya memiliki pengalaman yang cukup panjang dan berhasil dalam membangun perekonomian yang berbasis UKM. Dari sejakan pra-kemerdekaan, para pengusaha Indonesia dikenal telah memikirkan kemampuan menggerakan ekonomi yang berbasis kerakyatan. Kelima, Indonesia memiliki kekayaan produk lokal yang amat beragam dan luar biasa. Di setiap propinsi di Indonesia, memiliki industri kuliner yang khas, makanan, minuman, kerajinan tangan, pakaian, kesenian, dan lain sebagainya. Kekayaan ini jika dikelola secara prodoktif dan berkesinambungan dipastikan dapat mendukung kesuksesan Indonesia dalam memainkan peran sebagai pelaku yang kreatif, inovatif dan sukses dalam masyarakat ekonomi Asean dan dampaknya bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Keenam, bahwa Indonesia memiliki tenaga kerja tamatan pendidikan menengah hingga sarjana yang cukup banyak. Tenaga kerja ini jika diberikan sentuhan keterampilan yang terarah pada bidang pekerjaan yang dibutuhkan, akan dapat menjadi faktor pendukung bagi kesuksesan Indonesia dalam melakukan persaingan yang esa pada masyarakat ekonomi Asean. Ketujuh, bahwa keadaan kemanan dan ketertiban di Indonesia saat ini cukup baik dibandingkan dengan keadaan kemanan dan ketertiban yang terjadi di Timur Tengah. Keadaan ini cukup kondusif untuk menggerakan bidang usaha bisnis dalam berbagai bidang. Kedelapan, bahwa Presiden Joko Widodo yang memiliki karakter sebagai pekerja keras tanpa mengenal lelah sudah merupakan modal utama untuk membawa Indonesia mampu bersaing di kawasan Asia Tenggara dan negara lainnya. Demikian pula, sikap Joko Widodo yang meminta kepada para menteri selaku pembantunya untuk mengutamakan kerja, merupakan kondisi yang bisa membawa Indonesia sukses dalam masyarakat ekonomi ASEAN. Kedelapan, Indonesia memiliki perguruan tinggi dengan berbagai macam, jenis dan tingkatnya, baik yang berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, maupun yang berada di bawah Kementerian Agama, baik yang swasta maupun negeri, yang jumlah prodinya mencapai ribuan. Hal ini merupakan potensi yang luar biasa untuk menghasilkan sumber daya manusia yang siap memasuki lapangan kerja sesuai dengan permintaan.[5] Kesembilan, bahwa para pengelola dan penyelenggara pendidikan di Indonesia telah memiliki kesadaran yang umumnya cukup tinggi untuk memberikan pendidikan yang unggul dan bermutu tinggi. Lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia saat ini bukan hanya memiliki standar akreditasi pada tingkat nasional, melainkan juga standar akreditasi tingkat Asean dan tingkat dunia.[6] Kesepuluh, bahwa kesadaran bangsa Indonesia dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi saat ini cukup tinggi. Keadaan ini dapat pula mendukung proses tukar menukar informasi, pengalaman, dan lainnya secara cepat dan efisien.

Dengan demikian, antara faktor-faktor yang menyebabkan Indonesia kurang siap, dengan faktor-faktor yang mendukung kesiapan Indonesia untuk memasuki Masyarakat Ekonomi Asean sama kuatnya. Antara ketakutan dan keberanian untuk memasuki era ekonomi Asean tersebut seimbang. Bahkan kecenderungan untuk mengatasi permasalahan yang menghambat ekonomi masyarakat Asean dengan semakin menguatnya faktor-faktor yang mendukung ekonomi masyarakat Asean nampak lebih besar. Dukungan dari Presiden Joko Widodo, para menteri, para kepala daerah, tingkat propinsi, kabupaten, kota, kecamatan, hingga tingkat desa juga semakin menunjukkan komitmen dan kinerja yang cukup baik.

D. Inovasi Program Studi IPS

Agar Program Studi Ilmu Pendidikan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat menghasilkan lulusan yang dapat mengatasi tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan merubahnya menjadi peluang, maka perlu dilakukan berbagai inovasi Program Studi IPS pada hal-hal sebagai berikut.

Pertama, inovasi Visi IPS. Visi Jurusan Pendidikan IPS saat ini adalah: “Menjadi Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang Unggul, Kompetitif, Profesional dan Berwawasan Keislaman, Kemanusiaan dan Keindonesiaan.”[7] Visi sesungguhnya masih relevan untuk menjawab tantangan masyarakat ekonomi ASEAN. Namun karakter keunggulan, kompetitif dan profesional yang terdapat dalam visi tersebut perlu disebutkan dengan jelas dan terukur, serta perlu memasukan unsur keunggulan, kompetitif dan profesional yang dibutkan masyarakat ekonomi ASEAN tersebut. Misalnya unggul, kompetitif dan profesional dalam bidang penguasaan IT, bahasa, manajemen, proses dan sebagainya.

Kedua, inovasi misi. Misi Jurusan Pendidikan IPS saat ini ada tiga. Yaitu: (1)Menyelenggarakan pendidikan jenjang S1 Program Studi Pendidikan IPS untuk mewujudkan guru IPS yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial yang berwawasan ke-Islaman, kemanusiaan dan ke-Indonesiaan; (2)Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan untuk kemajuan ilmu-ilmu sosial dan pendidikan ilmu pengetahuan sosial, serta (3)Menyelenggarakan pengabdian masyarakat dengan menyebarluaskan hasil kajian keilmuan dan inovasi di bidang ilmu sosial dan ilmu pendidikan ilmu pengetahuan sosial melalui program seminar, workshop dan berbagai program pelatihan sebagai wujud tanggung jawab sosial akademik perguruan tinggi. Missi ini secara normatif sudah sejalan dengan fungsi utama Tri Dharma Perguruan Tinggi pada umumnya. Namun pada setiap Dharma tersebut perlu ditunjukkan keunggulan, daya saing dan profesionalitas sesuai tuntutan masyarakat ekonomi ASEAN 2015.

Ketiga, inovasi tujuan. Tujuan penyelenggaraan pendidikan Jurusan Pendidikan IPS pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut: (1)Menyiapkan tenaga ahli ilmu sosial dan guru ilmu sosial yang memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial; (b)Mengembangkan ilmu-ilmu sosial dan pendidikan ilmu-ilmu sosial, untuk tingkat SLTP/M.Ts, SMA/MA dan SMK; (c)Menyiapkan tenaga ahli ilmu/ilmuwan sosial yang Islami, nasionalis dan berkeprikemanusiaan; (d)Menyiapkan tenaga ahli untuk mengadakan penelitian ilmu-ilmu sosial; (e)Mengabdikan ilmu pengetahuan dan teknologi ilmu sosial dan ilmu pendidikan sosial; (f)Menciptakan Sarjana Pendidikan S1 Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) untuk guru SMP/M.TS/MA/SMK. Tujuan ini sudah cukup lengkap, namun perlu dikemukakan tujuan umum yang bersifat idealistik yang memadukan aspek pengusaan ilmu, teknologi, keterampilan, keguruan, kepribadian yang Islami dan Indonesiawi, yang berbasis pada tuntutan masyarakat ekonomi ASEAN.

Keempat, inovasi standar kompetensi lulusan. Kompetensi lulusan IPS mencakup empat bidang. Yaitu (1)Kompetensi pedagogik yang terkait dengan profil ilmu keguruan IPS sebanyak 10 kompetensi (menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional dan intelektual; menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik; mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu; menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik; memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran; memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensu yang dimiliki; berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik; menyelenggarakan penilaian dan evaluasiu proses dan hasil belajar; menanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran; dan melakukan tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran); (2)Kompetensi kepribadian yang terkait dengan sosok kepribadian yang ideal bagi seorang guru IP sesuai dengan nilai ajaran Islam dan budaya Indonesia, sebanyak 5 kompetensi (bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia; menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat; menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwiawa; menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; serta menjunjung tinggi kode etik profesi guru; (3)Kompetensi sosial, yang terkait dengan komonikasi dan interaksi yang terdiri dari 4 kompetensi (bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi; berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidikm tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat; beradaptasu di tempat bertugas di seluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budayal dan berkomunukasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain; dan (4)Kompetensi profesional yang terkait dengan bidang keahliannya sebagai guru dengan 4 kompetensi (penguasaan standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu, mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif, mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif, dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri).[8] Dari empat kategori kompetensi dengan 23 rincian kompetensi ini jika benar-benar dikuasi oleh lulusan IPS secara objektif, autentik dan real, dapat diperkirakan, mereka akan mampu menjadi guru yang profesional. Namun demikian tentang seberapa jauh alat evaluasi yang benar-benar dan mengetahui kompetensi mereka secara pasti nampaknya masih perlu dipertanyakan. Dalam kontek menjawab tantangan masyarakat ekonomi ASEAN 2015 dan merubahnya menjadi peluang, nampaknya kompetensi tersebut masih perlu diperkuat dengan memberikan wawasan tentang tantangan dan peluang di era globalisasi pada umumnya, dan tantangan serta perluang pada masyarakat ekonmi ASEAN 2015 pada khususnya.

Kelima, inovasi kurikulum dan bahan ajar yang ada pada setiap konsentrasi pada Jurusan atau program Studi IPS perlu terus dikembangkan dengan memasukan mata pelajaran yang terkait dengan ekonomi masyarakat ASEN, seperti mata pelajaran tentang usaha ekonomi kreatif di bidang produk makanan, minuman, pakaian dan jasa, manajemen usaha berbasis information technology, kepariwisataan, kegiatan magang di berbagai perusahaan, dengan menggunakan model pembelajaran yang berbasis pada learning by doing.

Keenam, inovasi di bidang proses pembelajaran yang berbasis pada kemitraan dengan berbagai perusahaan pengguna jasa dalam kerangka corporate university. Yaitu sebuah universitas yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan lapangan dunia usaha dan industri. Dan sebaliknya dunia usaha dan industri tersebut juga berusaha meningkatkan dan pengembangan program yang terdapat pada universitas.

E. Penutup

Berdasarkan uraian dan analisa sederhana sebagaimana tersebut di atas, dapat dikemukakan catatan penutup sebagai berikut.

Pertama, Masyarakat Ekonimi Asean (MAE) pada hakikatnya adalah sebuah perhimpunan antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara untuk memajukan perekonomian dalam arti seluas-luasnya. Perhimpunan ini ditujukan untuk memajukan usaha ekonomi masing-masing negara dalam meningkatkan tarap hidup, kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat.

Kedua, Masyarakat Ekonomi Asean ditandai oleh empat hal. Yaitu pasar tunggal dan basis produksi (aliran bebas barang, aliran bebas sektor jasa, aliran bebas investasi, aliran modal yang lebih bebas, arus bebas lalu lintas tenaga kerja terampil, dan sektir prioritas integrasi), kawasan ekononomi yang kompetitif (kebijakan persaingan usaha, perlindungan konsumen, hak kekayaan intelektual, pembangunan infrastruktur, dan keuangan), pengembangan ekonomi yang setara (pengembangan UKM, dan inisiatif integrasi ASEAN), dan Integrasi ke dalam Ekonomi Global (Kerja sama Ekonomi ASEAN +1:China, India, Australia, Selandia Baru, Jepang, Korea, dan regional comprehensif economic partnership).

Ketiga, lahirnya Masyarakat Ekonomi Asean dari satu segi merupakan kesempatan yang luas untuk berkompetisi dalam ranga merebut pasar guna memperdagangkan hasil produk dan jasanya, sedangkan di pihak lain akan menjadi anacaman, ketika bangsa tersebut tidak siap dalam menghadapi persaingan yang ditimbulkannya. Adanya pasar tunggal dan berbasis produksi, kawasan ekonomi yang kompetitif, pengembangan ekonomi yang setara, dan integrasi ke dalam ekonomi global dengan segala dampaknya, menuntut setiap negara di kawasan Asean untuk meningkatkan dan memajukan usaha ekonomi dengan berbagai aspeknya yang terkait.

Keempat, dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean Indonesia masih menghadapi kendala, antara lain: (1) membanjirnya produk China sebagai akibat hubungan bilateral; (2), masih rendahnya daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara; (3) masih tertinggal dalam bidang infrastruktur; (4) adanya ketergantungan yang tinggi pada barang impor; (5) adanya kecenderungan untuk mengejar tujuan ekonomi jangka pendek; (6) adanya birokrasi yang panjang dan memakan banyak waktu; (7) adanya tenaga kerja yang kurang profesional serta kurang memiliki budaya kerja yang unggul (working great culture); (8) pertumbuhan penduduk yang kurang terkendali; (9) pendidikan yang kurang terkait langsung dengan dunia usaha; dan (10) masih rendahnya para lulusan perguruan tinggi (para sarjana) yang mau terjun ke dunia usaha. Mereka cenderung mencari pekerjaan daripada menciptakan lapangan kerja.

Kelima, di samping memiliki berbagai kendala, Indonesia memiliki sejumlah hal yang berpotensi untuk mendukung kemampuan berkompetisi dan keluar sebagai pemenangg (The Winner) dalam Ekonomi Masyarakat Asean. Pontensi yang mendukung tersebut antara lain: (1)Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar; (2)Indonesia memiliki sumber kekayaan alam (SDA) yang melimpah; (3)pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup baik, yaitu mencapai kisaran antara 4 sampai dengan 5% pertahun; (4)memiliki pengalaman yang cukup panjang dan berhasil dalam membangun perekonomian yang berbasis UKM; (5) memiliki kekayaan produk lokal yang amat beragam dan luar biasa; (6)memiliki tenaga kerja tamatan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi cukup banyak; (7)keadaan kemanan dan ketertiban di Indonesia saat ini cukup baik dibandingkan dengan keadaan kemanan dan ketertiban yang terjadi di Timur Tengah; (8)Presiden Joko Widodo yang memiliki karakter sebagai pekerja keras tanpa mengenal lelah; (9) para pengelola dan penyelenggara pendidikan di Indonesia telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk memajukan lembaga pendidikan ke arah yang lebih unggul dan bermutu; dan (10)kesadaran bangsa Indonesia dalam memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi saat ini cukup tinggi. Namun semua hal yang dimiliki bangsa Indonesia ini sebagian besar masih berbentuk potensi, dan belum sepenuhnya menjadi kekuatan yang real dan aktual.

Keenam, Jurusan IPS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki peluang yang besar untuk mengisi peluang yang tersedia pada Ekonomi Masyarakat Asean, apabila dapat melakukan inovasi program sebagai berikut. (1)menyempurnakan visi, misi, tujuan dan standar kompetensi lulusan yang sesuai dengan yang dibutuhkan Ekonomi Masyarakat Asean, yaitu menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan tentang Pasar tunggal dan basis produksi, kawasan ekonomi yang kompetitif, pembangunan ekonomi yang setara dan integrasi ke dalam ekonomi global; (2)membangun kerjasama kemitraan dengan dunia usaha dan industri serta para pengelolan ekonimi kreatif dalam rangka memberikan pengalaman bekerja dan berwiraswasta; dan (3)mengubah model pembelajaran yang bertumpu pada transfer of knowledge yang berbasis pada teacher centred, kepada model pembelajaran yang bertumpu pada problem based learning yang berbasis pada student centred.

Dafat Pustaka

Alee, Isma-ae, dkk, (Editorial Team), Islamic Studies In ASEAN Presentations of an International Seminar, (College of Islamic Studies, Prince of Songkla University Pattani Campus, Thailand, 2000).

Association of Southeas Asian Nations, ASEAN Economic Community Blueprint, Asean.Org, diundur dari Goegle pada hari Kamis, 7 Mei, 2015.

Baskoro, Arya (Associate Researcher), “Peluang, Tantangan dan Resiko bagi Indonesia dengan Adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN,’ diunduh dari Goegle, hari Jum’at, 8 Mei 2015.

Harian Umum Kompas, Jum’at, 8 Mei 2015

Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta:Erlangga, 2009).

Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Selasa, 17 Maret 2015, diunduh dari Goegle pada hari Jum’at, 8 Mei 2015.

Perbawa, Arip, “Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,” Oktober 2012, diunduh dari Goegl, pada hari Jum’at, 8 Mei 2015.

Rahayu, Srikandi, “Pengertian dan Karakter Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA),” diunduh dari Goegle, pada hari Jum’at, 8 Mei 2015.


[1] Terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berkat adanya sejumlah pertemuan yang dilakukan para pimpinan pemerintah negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997, para pimpinan ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi. Selanjutnya pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pimpinan ASEAN menyatakan, bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Selanjutnya pada pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaannya. Selanjutnya pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para pimpinan menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015. Secara khusus para pimpinan sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang bebas. Lihat Srikandi Rahayu, “Pengertian dan Karakteristik Masyarakat Ekonomi Asean (MEA),” diunduh dari Goegle, hari Jum’at, 8 Mei 2015, hal. 1.

[2] Lihat Arip Perbawa, “Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015”, Selasa, 17 Maret 2015, hal.

[3] Ucapan Presiden Joko Widodo tentang perlunya meninggalkan ketergantungan pangan-beras, disampaikan di Dewa Wanareja, Kecamatan Waepo, Kabupaten Buru, Propinsi Maluku, pada hari Kamis, tanggal 7 Mei 2015. Lihat Kompas, Jum’at, 8 Mei 2015, halaman 17.

[4] Lihat Kompas, Jum’at, 8 Mei 2015, halaman 1.

[5] Lihat Arip Perbawa, “Kesiapan Masyarakat Indonesia Menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015,” hal. 1; dimuat dalam Goegle, hari Jum’at, 8 Mei, 2015.

[6] Beberapa perguruan tinggi di Indonesia saat ini sudah banyak yang menggunakan standar AUN (Asean University Networking) dengan cara melakukan standarisasi terhadap seluruh komponen pendidikan:visi, misi, tujuan, kurikulum, bahan ajar, proses belajar mengajar, sarana prasarana, pembiayaan, pengelolaan, publikasi, evaluasi, kerjasama, dan lain sebagainya.

[7] Lihat Buku Pedoman Akademik Program Strata 1 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013), hal. 87.

[8] Lihat Buku Pedoman Akademik Program Strata 1 2013/2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta:UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013), hal. 87-88.