PESAN NILAI MULTIDIMENSIONAL DALAM PERISTIWA ISRA DAN MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW

PESAN NILAI MULTIDIMENSIONAL

DALAM PERISTIWA ISRA DAN MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW

 

               

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

 

Sejarah, mencatat, bahwa dalam kehidupannya, Nabi Muhammad SAW pernah diisra’kan dan dimi’rajkan oleh Allah SWT. Isra’  artinya diperjalankannya Nabi Muhammad SAW di waktu malam dari masjid al-Haram di Makkah, ke Masjid al-Aqsha  di Palestina. inilah yang disebutkan di dalam surat Bani Israil (17) ayat 1 sebagai berikut.

 

z`»ysö6ߙ ü“Ï%©!$# 3“uŽó r& ¾Ínωö7yèÎ/ Wxø‹s9 šÆÏiB ωÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# ’n<Î) ωÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# “Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtƒÎŽã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»tƒ#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# 玍ÅÁt7ø9$# ÇÊÈ

Artinya: Mahasusi Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya di waktu malam dari masjid al-Haram ke masjid al-Aqsha yang Kami berkahi di sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda  kekuasaan Kami. Sesungguhnya Dia Maha Maha Mendengar dan Maha Menyaksikan. (Q.S. al-Isra,’ 17:1).

Sedangkan  Mi’raj (al-‘uruj) artinya dinaikkannya  Nabi Muhammad SAW oleh Allah SWT dari Masjid al-Aqsha ke langit dunia, kemudian ke Mustawa dan terus ke Shidrat al-Muntaha. Peristiwa mi’raj ini antara lain dinyatakan dalam firman Allah SWT:

 

uqèdur È,èùW{$$Î/ 4’n?ôãF{$# ÇÐÈ §NèO $tRyŠ 4’¯<y‰tFsù ÇÑÈ tb%s3sù z>$s% Èû÷üy™öqs% ÷rr& 4’oT÷Šr& ÇÒÈ #Óyr÷rr'sù 4’n<Î) ¾Ínωö6tã !$tB 4Óyr÷rr& ÇÊÉÈ $tB z>x‹x. ߊ#xsàÿø9$# $tB #“r&u‘ ÇÊÊÈ

Artinya:  Dan Dia pada saat itu berada di ufuk yang tinggi, kemudian Dia mendekat, kemudian diberi petunjuk, maka antara keduanya berada di antara dua busur anak panah, atau lebih dekat, maka Ia mewahyukan kepada hamba-Nya apa yang diwahyukan. Dia tidak pernah berdusta terhadap apa yang dilihatnya. (Q.S. al-Najm, 53:7- 11).

 

 

 

 

 

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj  ini terjadi pada malam hari tanggal 27 bulan Rajab, satu tahun sebelum Nabi Muhammad SAW dan para pengikutnya hijrah dari Mekah ke Madinah, atau pada tahun ke-12 dari Kenabian dan Kerasalunnya.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj diabadikan di dalam al-Qur’an dan juga dalam hadis Nabi Muhammad SAW, untuk dipahami, dihayati dan diamalkan pesan-pesan ajaran yang terkandung di dalamnya guna meningkatkan kualitas kehidupan kita sebagai orang-orang yang beriman. Selain berisi ajaran tentang keimanan yang kokoh, pendidikan akhlak mulia, pendidikan mental, juga mengandung ajaran tentang pengembangan ilmu, kebudayaan dan peradaban, serta hubungan vertikal yang intens dengan Tuhan, melalui ibadah shalat. Ajaran-ajaran tersebut secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.

                Pertama, Isra’ dan Mi’raj mengandung ajaran tentang keimanan yang kokoh dan transformatif. Yaitu sebuah pesan yang mengingatkan bahwa hidup yang bertujuan, bermakna atau bernilai luhur adalah hidup yang dilandasi oleh keyakinan dan kepercayaan yang mendalam, bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini karena kehendak dan kasih sayang Allah SWT, karena Dia-alah pencipta alam, termasuk pencipta diri kita semua; dan Dia-lah yang akan menilai dan meminta pertanggung jawaban kita di akhirat nanti. Selanjutnya yang diharapkan dari Allah SWT adalah bahwa segala yang diberikan-Nya dipergunakan secara bertanggung jawab di hadapan-Nya dan di hadapan manusia, yaitu dala bentuk amal shalih. Itulah sebabnya kosakata iman selalu dihubungkan dengan amal shalih. Sebaliknya, hidup tanp iman adalah hidup yang hampa, tidak memiliki arah dan tujuan yang luhur, rapuh dan sangat mudah tergelincir pada kehidupan yang membahayakan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, negara, bahkan dunia. Iman yang dikehendaki oleh Allah SWT juga adalah iman yang tidak mematikan aktivitas, kreativitas dan inovasi manusia. Iman yang dikehendaki Islam adalah bukan iman yang pasif, melainkan iman yang aktif. Seseorang tidak cukup hanya mengaku beriman, dan setelah itu ia hanya menunggu saja datangnya mu’jizat dari Tuhan. Iman yang dikendaki Islam adalah iman yang memadukan antara usaha dan kehendak manusia. Hal ini dapat dipahami dari adanya kalimat al-rahman dan al-rahim sebagaimana terdapat dalam kalimat Basmallah. Kalimat al-rahman diartikan Maha Pengasih, yakni kasih sayang Tuhan diberikan kepada semua manusia asalkan ia menempuh aturan, standar operating prosedur, sunnatullah, hukum Allah SWT berupa jalan yang harus ditempuh agar kasih sayang Tuhan itu datang. Seorang pebisnis, petani, pedagang, peternak, dan sebagainya yang ingin sukses harus menempuh jalan yang seharusnya ditempuh dalam kegiatan tersebut. Namun demikian, terkadang Tuhan menunjukkan jalan lain sebagai bukti ke-Mahakuasaan-Nya atas teradinya sesuatu di luar hukum yang biasa terjadi (extra ordinary) dengan tujuan, agar manusia tidak sombong, dan agar manusia menyadari bahwa di samping ada hukum yang berlangsung seperti biasa, juga ada hukum lain yang berada di bawah kekusaan Tuhan. Isra Mi’raj adalah salah satu peristiswa yang terjadi di luar hukum yang biasa. Itulah sebabnya, Isra’ Mi’raj dinamai dengan istilah Mu’jizat. Dalam peristiwa ini, Tuhan menunjukkan kekekuasaan-Nya yang luar biasa pada diri Rasulullah SAW. Hal ini dapat dipahami dari kalimat subhannalladzi asra’ bi ‘abdihi. Para ahli tafsir, seperti Ahmad Mushthafa al-Maraghy dalam Tafsirnya, Tafsir al-Maraghy misalnya mengatakan,  bahwa isra’ mi’raj berlangsung Ruh dan Badan sejenak tanpa tidur. Hal ini didasarkan pada tiga alasan: (1)Bahwa tasbih dan kekaguman dalam firman Allah subhanalladzi asra bi’abdihi, innama yakuunu fi al-umur al-idzaam. Wa lau kaana dzaalia manaaman lam yakun fiihi kabiiru sya’nin wa lam yakun musta’dziman: Maha suci Allah yang telah memperjalankan gamba-Nya dengan Isra’,  termasuk maslaah yang agung atau luar biasa, dan jika hal demikan terjadi pada waktu tidur maka tiak termasuk masalah yang besar dan tidak pula mengagumkan; (2)Sesungguhnya jika Isra’ terjadi dalam keadaan tidur, maka orang-orang Quraisy tidak akan cepat-cepat mendustakannnya; dan jama’ah yang semula menolak kemudian kembali Islam, dan bagaimana dengan Ummu Hani terorang Wanita yang tidak pernah berdusta; dan bagaimana pula Abu Bakar diberi gelar al-Shiddiq; (3)bahwa ucapan (bi’abdihi) menunjukan atas himpunan ruh dan jasad; (4)Bahwa ucapan Ibnu Abbas tentang : Wa maa ja’alna al-ru’ya al-laty arainaka illa fitnatan lin naas) adalah penglihatan mata kepala yang diperlihatan kepada Rasulullah pada malam Isra, dan diperkuat dengan ucapan: bahwa orang-orang Arab telah menggunakan ru’yat dalam kesaksian yang bersifat pancaindera. (5)Bahwa gerak yang demikian cepat bisa terjadi pada diri Rasulullah SAW, dan telah di dalam al-Qur’an telah terdapat keterangan, bahwa angin telah memperjalankan Nabi Sulaiman dari tempat yang jauh dalam waktu yang sedikit; dan Allah SWT telah menyatakan tentang sifat perjalanan Nabi Sulaiman: Ia pergi satu bulan dan istirahat satu bulan,  dan (6)Bahwa ruh para Nabi dalam mengalahkan lapisan jasadnya, maka bukanlah hal yang mustahil terjadi pada kita tengang sesuatu yang menghalangi pekerjaan dari segala sesuatu yang menyulitkan untuk sampai pada tempat yang tinggi, menembus udara, dan sulitnya sampai pada tingkatan yang tinggi dari langitm maka yang demikian itu bisa terjadi dengan pandangan pada jisim dan badan yang nampak pada alam pancaindera, bahwa pada ruh para nabi dan malaikat terdapat hukum-hukum yang di mana Pancaindera tidak dapat membatasainya dan melihatnya, karena hal itu berada di atas jangkauannya, dan jarang sekali ita dapay mendalaminya. (Tafsir al-Maraghy, Jilid V, hal. 5-6, dan 10).

                Kedua, Isra’ dan Mi’raj mengandung ajaran tentang akhlak mulia sebagai landasan bagi diterimanya sebuah informasi. Orang sering kali ragu-ragu terhadap sebuah informasi yang disampaikan, jika orang yang menyampaikannya tidak berakhlak mulia, atau suka berdusta. Nabi Muhammad SAW yang diisra’ mi’rajkan oleh Allah SWT adalah orang yang terkenal berakhlak mulia (wa innaka la’ala khuluqin ‘adzim:Sesungguhnya Engkau Muhammad benar-benar berakhlak mulia: Q.S. al-Qalam, 68:4). Hal ini dinyatakan dalam firman Allah SWT: Wa al-najmi idza hawaa ma dlalla shahibukum wa ghawa. Intinya adalah bahwa Rasulullah SAW seorang yang lurus dan meluruskan dan mengikuti kebenaran, bukan orang yang sesat, ia tidak mengikuti jalan tanpa ilmu, ia juga bukan seorang pendusta yang menyimpang dari kebenaran dengan tujuan yang lain; dan dengan ayat tersebut Allah membersihkan dii Nabi dan syari’atnya dari pengaruh orang-orang yang sesat dari Yahudi dan Nasrani yang mereka tahu yang benar namun yang diamalkan yang sebaliknya. Selanjutnya (Ma maa yanthiqu an al-hawa) Yakni bagaimana ia dusta dan melampaui batas, sementara ia tidak pernah berkata dari hawa nafsunya, dan sesungguhnya orang yang tersesat adalah yang berkata demikian; hal ini sejalan dengan firman-Nya:Janganlah engkau mengikuti hawa nafsumu, maka ia akan tersesat dari jalan Tuhanmu. (In huwa illa wahyun yuuha) Yakni bahwa ia berkata berdasarkan apa yang diperintahkan Allah kepadanya untuk disampaikan kepada manusia dengan sempurna dan segera tanpa menambah dan mengurangi (Ahmad Mushtafa a-Maraghy, Tafsir al-Maraghy, Jilid X, hal. 45).

                Ketiga, Isra’ Mi’raj mengandung ajaran tentang pembinaan mental yang dimulai da pembersihan hati atau meluruskan sikap, cara pandang dan pola pikir. Sejarah mencatat, bahwa sebelum melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj, Nabi Muhammad SAW  dibersihkan terlebih dahulu batinnya dengan dibelah dadanya dan dibersihkan dari sifat-sifat yang buruk, dan diisi dengan keimanan, keislaman dan kesantunan. Kajian terhadap masalah tersebut berkaitan erat dengan pentingnya masalah pembinaan sikap, moral, kepribadian, etika dan mental. Melalui pembinaan mental, seseorang akan memiliki sikap, pandangan, pola pikir, dan cara berfikir yang benar. Pembinaan mental harus dimulai dengan memberikan sikap, pandangan, pola pikir, dan cara berfikir yang benar. Islam datang untuk memperbaiki mental, yang dimulai dari perbaikan cara pandang. Isra’ Mir’aj mengajarkan kita agar memiliki wawasan tauhid, keseimbangan, uniiversalitas dan akhlak mulia. Contoh Islam mengajarkan bahwa bersikap mementingkan jangka panjang lebih utama daripada mementingkan jangka panjang, atau mementingkan kehidupan akhirat lebih baik daripada kehidupan dunia, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah: Wa al-akhiratu khairun wa abqa:Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal (Q.S. al-A’la, 87:17),) Wa lal akhiratu khairun laka min al-Uulaa:dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan, (Q.S.al-Dhuuha, 94:4), orang yang demikian tidak akan bersifat aji mumpung, menghalalkan segala cara, memeras orang lain, dan pungli, korup, yang semuanya itu dilakukan semata-mata nafsu dun-yawi, tidak punya arah dan makna yang jelas, diperbudak hawa nafsu dun-yawi dan begitu ketahuan akan ditangkap, dan di akhirat menghadapi pengadilan yang berat. Sebaliknya orang yang bersikap jangka panjang/akhirat akan mengumatakan kepentingan orang lain, memperbanyak amal, menyenangkan orang, memberikan bantuan pada orang lain, memudahkan, dan lebih banyak memberi daripada menetima. Selanjutnya Islam mengajarkan agar tidak takut menghadapi kesulitan, karena di balik kesulitan ada kemudahan, tidak pernah ada kesuksesan tanpa pengorbanan; seeor ulat yang ingin jadi kupu-kupu dan bisa terbang harus berjuang keluar dari lubang sempit yang bernama kepompong. Biarkan ia berjuang keluar dari kepompong sendiri. Jangan dibantu, karena kalau dibantu, misalnya dengan menggunting lubang kepompong, maka ia akan dapat keuar, tapi ia hanya bisa merayap-rayap, tapi tidak bisa terbang. Kebanyakan orang ingin sukses, tapi tidak mau menghadapi resiko, kesulitan dan penderitaan dalam mencapainya. Sebagaimana hal yang orang ingin sembuh dari penyakit, tapi tidak mau minum obat atau menjalangi pengobatan. Islam mengajarkan, bahwa di balik sesuatu yang secara lahiriyah menyebalkan, menjengkelkan atau tidak menyenangkan, namun di balik itu ada kenikmatan. Al-Qur’an menyataan: Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh adi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S. al-Baqarah, 2:216). Inna ma’a al-ushri Yusran:Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. (Q.S. al-Insyirah, 94:6). Islam juga mengajarkan, bahwa apa yang kita dapati, sesungguhnya apa yang kita usahakan; sesuatu yang kita minta kepada Allah SWT adalah milik kita sendiri. Uang yang kita ambil dari ATM Bank adalah uang yang kita simpan, atau uang kiriman dari orang lain sebagai imbalan dari jasa atau produk yang kita berikan pada orang lain. Allah SWT berfirman: Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. al-Baqarah, 2:110).

                Keempat, Isra Mi’raj mengandung ajaran tentang perlunya mengembangkan ilmu, kebudayaan dan peradaban, dengan dua cara. Pertama dengan mengambil inspirasi dari ajaran Islam sebagaimana terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, sedangkan yang kedua dengan cara menimba pengalaman dari kesuksesan yang dialami oleh para tokoh lainnya. Pesan ajaran tentang pengembangan ilmu, kebudayaan dan peradaban yang dilandasi iman, akhlak mulia dan mental yang tangguh ini dapat dipahami dari perjalanan Isra’ Mi’raj yang diwarnai oleh bertemunya Nabi Muhammad dalam perjalanan Isra’ Miraj, Nabi Muhammad SAW menjumpai sejumlah tokoh spiritual, tokoh masyarakat, tokoh perubahan sosial yang memiliki berbagai keahlian. Nabi Ibrahim misalnya ahli dalam bidang teologi dan pertanian. Nabi Musa ahli dalam bidang militer; Nabi Isa ahli dalam bidang kedokteran, dan seterusnya. Tentang keahlian mereka itu diakui oleh Allah dan umat manusia. Proses ini dilakukan karena terkait dengan tugas Nabi Muhammad SAW mengembangkan ilmu, kebudayaan dan peradaban. Bukti-bukti menunjukkan, bahwa secara sosiologi, historis dan psikologis, bahwa ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradaban tidak keluar dari ruang yang hampa, melainkan dari sebuah proses dialektika, antara informasi yang telah ada sebagai tesis dipadukan dengan hasil kajian terbaru sebagai anti tesis, maka lahirlah sintesis.

                Kelima, bahwa berdasarkan hadis Rasulullah SAW serta penjelasannya yang diberikan para ulama, dalam peristiwa Isra Mi’raj tersebut, Nabi Muhammad SAW menerima tugas atau perintah khusus mengerjakan shalat  lima waktu sehari semalam. Perintah Shalat ini merupakan representasi, sampling atau model dari sekian perintah ibadah lainnya. Shalat lima waktu adalah ibadah yang paling lengkap pada seluruh aspeknya, yakni mulai dari kedudukannya, datangnya perintah, syarat, rukun, tata cara, waktu, serta hikmah yang terkandung di dalamnya. Shalat menempati kedudukan sebagai salah satu rukun Islam setelah syahadat, shalat sebagai tiang agama (‘imaadu  al-din), pembeda antara kafir dan mukmin (al-faariq bain al-kaafir wa al-mukmin), persoalan yang akan pertama diperiksa di akhirat; dan sebagai mi’rajnya kaum muslimin. Waktunya diatur di dalam al-Qur’an dan hadis (Lihat Q.S. al-Isra, 17:78, tata caranya dicontohkan langsung oleh Rasulullah: Shallu kamaa raitumuuniy ushalliy: Shalatlah kamu sekalian sebagaimana engkau menyaksikan aku mengerjakannya. Sedangkan syarat, rukun dan lainya dibahas dengan panjang lebar dalam kitab-kitab fiqh. Demikian pula hikmah telah dibahas di dalam al-Qur’an antara lain dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan munkar (Q.S.al-Ankabut, 29:45). Selain itu shalat memiliki nilai pendidikan sosial, psikologis, manajemen, kepemimpinan, bahkan kesehatan. Dengan shalat, terutama shalat berjama’ah akan menyebabkan banyaknya teman dan kawan untuk berbagai dan memecahkan masalah; secara psikologis dengan shalat dapat merunkan ketegangan jiwa, karena dengan shalat perhatian ditujukan untuk dzikir (mengingat) Allah SWT yang dapat memalingkan dari problema kehidupan. Dengan shalat berjama’ah dapat diketahui tentang adanya manajemen dan kepemimpinan yang efektif, kolegial dan demokratis. Dan dari segi kesehatan, setiap gerakan shalat mengandung nilai latihan kesehatan fisik. Shalat dimulai dengan takbiratul Ihram dengan cara mengangkat kedua tangan dengan cara menyejajarkan dengan kedua pundak, mengarahkan kedua telapak tangan ke kiblat serta siku menyamping, dan menjadikan tulang belikat kembali sejajar dan rata. Gerakan-gerakan ini ternyata melindungi pundak dan punggung fari pembungkukan. Selain itu dapat menambah kelapangan rongga dada, akibatnya darah dengan kadar oksigen yang banyak akan berpengaruh terhadap sari makanan yang dibawa ke seluruh tubuh dan juga berpengaruh baik terhadap pembersihan dari sisa-sisa proses penyerapan sari makanan dari sel tubuh. Selanjutnya ruku dapat mencegah atau menghambat penyakit ginjal, karena engan perpindahan gerakan dari berdiri ke ruku dapat diibaratkan dengan mencuci botl dengan diisi air, kemudian botol tersebut digerakkan dengan cara menjungkirbaikan, dan dengan cara demikian kotorang yang mengendap di bawah botol dapat dihilangkan. Dengan begitu dasar botol tersebut menjadi bersih. Demikian pula dengan gerakan-gerakan dari berdiri ke ruku, akan mencairkan endapan-endapan yang ada, sehingga tidak terjadi akumulasi endapan yang akan membahayakan kesehatan ginjal. Selanjutnya bangun dari ruku (I’tidal) dapat melancarkan sirkulasi peredaran darah di pembuluh otot yang terdapat di kaki untuk menghindari pembekakan pembuluh darah di betis. Merunduk untuk melakukan sujud dilakukan dengan cepat tanpa jeda waktu, dapat menambah suplai darah ke kepala. Itu berarti oksigen yang mengalir ke kepala akan bertambah. Hal ini bermanfaat untuk pembersihan dari proses kimiawi. Oleh karena itu, rasa pusing yang diakibatkan penumpukan sisa-sisa proses kimiawi bisa hilang dan vitalitas otak segera kembali. Selanjutnya saat sujud berarti bertumpu pada telapak tangan dan jerak renggang antara sikut dan lambung, Saat itu pula otot-otot lengan dan leher menjadi kuat, yang kemudian akan berfungsi untuk menahan dan mengatasi beban yang datang dari luar. Sedangkan membuat jarak renggang antara sikit dan lambung akan menguatkan otot-otot pundak sekaligus ruang pernafasan semakin longgar sebagai akibat rongga dada yang semakin lega dan punggung yang kembali lurus. Tentu saja kuantitas darah yang kaya oksigen bertambah, vitalitas pikiran dan organ-organ tubuhpun meningkat. Selanjutnya duduk antara dua sujud cukup baik untuk melatih otot-otot kaki dan urat kaki, sehingga dapat menjaga lengkungan tulang telapak kaki agar tidak runtuh dan menghindari apa yang disebut kaki rata. Selanjutnya mengucapkan salam dengan menoleh ke kanan dan ke kiri sekitar 140 sampai 150 derajat akan menyebabkan mengencangnya otot-otot leher sehingga kelenturan pada persendian leher akan bertambah. Saat memalingkan wajah ke arah kanan berarti otot sebelah kitri mengencang, dan sebaliknya bila memalingkan wajah ke sebelah kiri, berarti otot-otot sebelah kanan mengenvangkan. Dengan demikian gerakan salam bila dilakukan dengan cara seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW berfaedah untuk menguatkan, mengencangkan serta menambah kelenturan otot-otot sekitar leher dan juga di persendian tempat otot-otot tersebut.

                Inilah di antara hikmah atau pelajaran yang  berharga dapat dipetik dari peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan dapat kita pahami, hayati dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Amin yaa rabbal alamien.

                                                Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

                                                                                                                                                Jakarta, 18 April, 2107.

 

                                                                                                                                                Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA.

                                               

 

SURAT KETERANGAN

 

Dengan ini kami menerangkan, bahwa Prof. Dr. H. Abuddin Nata, MA,  (Usia 62 Tahun) Guru Besar Tetap (PNS)  Ilmu Pendidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah menyampaikan Khutbah Jum’at berjudul “Pesan Nilai Multidimensional dalam Peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Mugammad SAW” di Masjid Agung Sunda Kelapa pada hari Jum’at, 21 April 2017.

Demikianlah Surat Keterangan ini dibuat, untuk diketahui dan digunakan sebagaimana mestinya.

 

 

 

                                                                                                                                Jakarta,                                2017

                                                                                                                                Yang Menerangkan,

 

 

 

                                                                                                                                _______________________________

                                                                                                                                

Comments